Minggu, 19 September 2021

Mengenal Sosok KH. Suprapto Ibnu Juraimi, Sang Mujahid Dakwah



MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA —Tidak banyak bicara namun sangat perhatian. Walau bukan seorang orator, setiap ceramahnya mengalir dengan santun, tetapi bisa juga sangat keras apabila harus mengungkapkan sesuatu yang tak pantas. 

Begitulah sosok KH. Suprapto Ibnu Juraimi, Sang Mujahid Dakwah, dalam penggambaran puteri pertamanya Dwi Masyitoh.

Ibnu Juraimi lahir di Yogyakarta pada 3 Juli 1943. 

Ayah dari 7 orang anak ini pernah menjadi guru dan direktur Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta, pengelola Pesantren Muhammadiyah Palu, Mudir Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM), dan pengurus Majelis Tabligh PP Muhammadiyah. 

Sosok yang memiliki idealisme tinggi ini juga kerap dikenal sebagai seorang dai, motivator, ayahanda, dan panutan hidup bagi kawula muda.

Kesalehan Ibnu Juraimi antara lain tercermin dalam serangkaian aktivitasnya yang tidak lepas dari kedisiplinannya menunaikan salat wajib. Hal ini dikonfirmasi langsung oleh Dwi Masyitoh yang menyatakan bahwa meski ayahnya seorang pendakwah yang biasa berdiaspora dari kampung ke kampung, namun ketika di dalam rumah beliau lebih banyak mengajarkan anak-anaknya lewat laku kehidupan sehari-hari seperti kebiasaan disiplin salat wajib.

“Bapak lebih banyak memberikan contoh. Jadi, misalnya, yang sangat berkesan bagi kami waktu dengar azan, apa apun acaranya pasti ditinggal untuk segera melaksanakan salat. Dan itu kami dengar dari murid-murid beliau, setiap mendengar azan, kegiatan apa pun beliau hentikan dan langsung menunaikan salat,” tutur Dwi Masyitoh dalam acara yang diselenggarakan RadioMu pada Jumat (17/09).

Selain salat wajib, dhuha dan tahajud tak pernah ketinggalan. Karena baginya, jika salat sunnah sudah menjadi kebiasaan, maka menjalankan salat wajib akan menjadi kebutuhan. Kebiasaannya menunaikan salat dhuha dan tahajud ini memang telah masyhur di kalangan murid-muridnya. Hal ini dikonfirmasi oleh Abdul Muin, salah seorang santri Ibnu Juraimi.

Abdul Muin menceritakan saat dirinya menjadi santri Ibnu Juraimi. Sosok yang memiliki karakter modern tanpa alergi dengan ciri pesantren tradisional ini selalu giat membangunkan santri-santrinya untuk salat tahajud. Dari pintu kamar ke pintu yang lain, dengan nada yang khas beliau selalu berucap, “Qum! Qum! Bangun.. Bangun.. Bangun..”. Saking rajinnya membangunkan santri untuk salat malam, Ibnu Juraimi mendapat julukan “Bapak Pembangunan”.

Selain itu, Abdul Muin mengatakan bahwa berceramah merupakan satu dari sekian aktivitas yang paling digemari Ibnu Juraimi. Upaya tak kenal henti menyampaikan pesan dan menyebarkan syiar di berbagai tempat tidak membuat sosok Ibnu Juraimi ini terjebak dalam logika materi. Tindakan pemasangan tarif, justru berpotensi merusak citra dakwah. Kepada setiap muridnya, termasuk Abdul Muin, Ibnu Juraimi selalu menegaskan bahwa berdakwah itu bukan berbisnis!

“Pak Kiai selalu bilang seperti ini, ikhlaskan niatmu ketika berdakwah! Sebelum kamu keluar dari pesantren ini, niat diperbaiki, dan ketika pulang jangan lihat amplopnya. Jangan kecewa juga bila tidak dapat imbalan duniawi, dan jangan bahagia bila amplopnya tebal,” tutur Abdul Muin yang sekarang menjadi Ketua PDM Pemalang.