Pada tahun 1965, suasana politik nasional memanas. Partai Komunis Indonesia (PKI) semakin ofensif menjalankan manuver politiknya, termasuk dengan menyerukan pembubaran ormas Islam, seperti yang ditujukan pada Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Menyikapi perkembangan tersebut, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Jakarta Raya dan Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Jakarta berinisiatif mengadakan kursus kader. Pengaderan ini bertujuan untuk meningkatkan mental, dan daya juang keluarga besar Muhammadiyah dalam menghadapi segala kemungkinan. Kursus ini dibina oleh Letnan Kolonel S. Prodjokusumo, H. Ibrahim Nazar, Noerwidjojo Sardjono, Drs. Lukman Harun, Sutrisno Muhdam, BA, Drs. Haiban, dan Muhammad Suwardi, BA.
Kursus Kader dibuka tanggal 1 September 1965 ini, diikuti oleh 250 orang. Peserta terdiri dari orang tua yang bersemangat muda dan angkatan muda laki-laki dan perempuan dari utusan Cabang Muhammadiyah. Acara ini digelar di Aula Universitas Muhammadiyah Jakarta, Jl. Limau.
Materi yang disajikan dalam kursus tersebut yaitu, Tauhid, Kemuhammadiyahan, Kepribadian Muhammadiyah, Fungsi Kader Muhammadiyah dalam Revolusi, tentang Front Nasional, tentang Gerakan Massa Revolusioner, tentang Keamanan dan Pertahanan, tentang Revolusioner yang sedang Berkembang dan lain-lain. Pemateri kursus, selain tokoh-tokoh Muhammadiyah, yaitu H. Mulyadi Djojomartono, Jendral A.H. Nasution, Jenderal Polisi Sutjipto Judodiharjo, Mayor Jenderal Soetjipto, SH dan Kolonel Djuhartono.
Suasana Kursus tanggal 30 September 1965 & 1 Oktober 1965
Kursus kader berjalan dengan lancar. Pada malam tanggal 30 September 1965, yang memberikan ceramah adalah Jenderal Polisi Sutjipto Judodiharjo sampai jam 21.20. Setelahnya, materi diisi oleh Jendral A.H. Nasution.
Dalam ceramahnya, Jend. Nasution berani menentang ide Angkatan ke-5, yang dicetuskan PKI. Angkatan ke-5, yaitu barisan rakyat yang dipersenjatai. Selain itu, beliau memberikan motivasi dan pedoman bagi para peserta kursus. Nasution meninggalkan Universitas Muhammadiyah Jakarta pukul 23.30.
Pada tanggal 1 Oktober 1965, hari Jumat, jam 7.15 pagi, RRI Jakarta menyiarkan pengumuman “Gerakan 30 September”. Pengumuman itu ditujukan kepada Jenderal-jenderal anggota Dewan Jenderal yang akan mengadakan coup kepada pemerintah. Kemudian siaran itu diulang kembali pada jam 8.15.
Siang harinya pukul 13.00 kembali disiarkan sebuah dekrit tentang pembentukan Dewan Revolusi dengan mengumumkan sederetan nama orang-orang penting di bawah pimpinan Letnan Kolonel Untung, dan wakil-wakilnya Brigadir Jenderal Supardjo, Letnan Kolonel Udara Heru, Kolonel Laut Sunardi dan Komisaris Besar Polisi Anwas.
Peserta kursus sudah berdatangan ke Universitas Muhammadiyah Jl. Limau Kebayoran Baru, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Mereka memenuhi aula, menunggu kedatangan pemateri Mayor Jenderal Soetjipto, SH. Namun panitia mengumumkan bahwa kursus diskors, pimpinan akan sidang sebentar.
Pimpinan yang ada pada waktu itu H.S. Prodjokusumo, Drs. Lukman Harun, Sutrisno Muhdam, H. Soejitno, Drs. Haiban HS, Sumarsono, Imam Sam’ani, Jalal Sayuthi, dan Drs. H. Muhammad Suwardi. Mereka mengadakan sidang darurat dan kilat di ruang rektor UMJ, yang hanya diterangi dengan lilin, karena pada hari itu semua aliran listrik putus.
Setelah semua berkumpul di ruang Rektor, Drs. Lukman Harun memberikan informasi kepada hadirin, yang isinya:
Pihak yang menamakan dirinya “Gerakan 30 September” telah membentuk Dewan Revolusi serta mendemisionerkan kabinet Dwikora, sebenarnya adalah suatu perebutan kekuasaan.
Menurut informasi yang diperolehnya, dalang perebutan kekuasaan tersebut adalah PKI / DN Aidit.
Negara dalam keadaan bahaya. Presiden dan beberapa Perwira Tinggi hilang belum ada kabar beritanya.
Terjadi penculikan terhadap beberapa orang Jenderal Pimpinan Angkatan Darat.
Perlu disampaikan kepada seluruh Pimpinan dan Anggota Pemuda Muhammadiyah untuk siap dan waspada menghadapi segala kemungkinan.
Informasi itu dibenarkan pula oleh Letnan Kolonel S. Prodjokusumo, sebagai Kepala Piket di HANKAM, ia telah mendapat breefing pula di HANKAM seputar masalah G30S / PKI pada hari Jum’at tanggal 1 Oktober 1965.
Berdasarkan informasi tersebut, atas usul Letnan Kolonel S. Prodjokusumo, diambil keputusan untuk membentuk Komando Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Muhammadiyah. Selain itu, forum juga menyepakati Letnan Kolonel S. Prodjokusumo sebagai komandannya, dan UMJ, di Jl. Limau sebagai markasnya.
Setelah keputusan tersebut diambil, pimpinan dan peserta kursus berkumpul di Aula. Skorsing sidang dicabut, Letnan Kolonel S. Prodjokusumo yang telah diangkat sebagai komandan menyampaikan penjelasan kepada peserta kursus, bahwa pemateri malam itu Mayor Jenderal Soetjipto, SH tidak bisa hadir karena saat ini negara dalam keadaan darurat.
Kemudian ia menyampaikan pembentukan “Kesatuan Perjuangan di dalam Muhammadiyah Jakarta Raya” dengan nama “Komando Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Muhammadiyah” yang disingkat KOKAM. Tepat jam 21.30, tanggal 01 Oktober 1965 diproklamirkan berdirinya KOKAM.
Instruksi Pertama Komandan KOKAM
Kemudian Letkol Prodjokusumo selaku Komandan KOKAM mengeluarkan instruksi sebagai berikut:
Di setiap Cabang Muhammadiyah segera dibentuk KOKAM
Seluruh pimpinan cabang setiap hari harus memmberikan laporan ke Markas Besar KOKAM di Jl. Limau Kebayoran Baru.
Angkatan Muda Muhammadiyah di setiap cabang bertanggungjawab atas keselamatan semua keluarga Muhammadiyah di Cabangnya masing-masing.
Seluruh pimpinan Angkatan Muda Muhammadiyah siap dan waspada menghadapi segala kemungkinan yang terjadi guna membela agama, negara dan bangsa.
Mengadakan kerjasama yang sebaik-baiknya dengan kekuatan-kekuatan yang anti Gerakan 30 September.
Setelah menerima instruksi (Perintah Harian), peserta kursus dipersilahkan pulang ke tempat masing-masing dengan sikap waspada.
Tanggal 2 Oktober 1965, Komandan Gabungan V Koti Brigadir Jenderal Sutjipto, SH mengundang Pimpinan Partai Politik dan Organisasi massa untuk datang ke Kantornya di Jl. Merdeka Barat untuk mendengarkan briefing mengenai perkembangan politik di tanah air.
Brigadir Jenderal Sutjipto, SH menerangkan jalannya perebutan kekuasaan oleh Gerakan 30 September. Dijelaskan bahwa sejumlah perwira tinggi Angkatan Darat telah diculik oleh G 30 S PKI, yaitu Letnan Jenderal Ahmad Yani, Mayor Jenderal Haryono Mastirtodarmo, Mayor Jenderal Suwondo Parman, Brigadir Jenderal D.I. Panjaitan dan Brigadir Jenderal Soetojo Siswodimiharjo.
Sedangkan Jenderal A.H. Nasution yang merupakan Menteri Kopartemen Hankam atau Kepala Staf Angkatan Bersenjata, menjadi sasaran utama berhasil meloloskan diri dari usaha penculikan. Namun putri beliau, Ade Irma Suryani Nasution tewas akibat tembakan penculik.
Perwakilan Istimewa PP Muhammadiyah di Jakarta pada tanggal 2 Oktober 1965, mengeluarkan pernyataan mengutuk keras Gerakan 30 September maupun “Dewan Revolusi”.
Pada tanggal 6 Januari 1965, Letnan Kolonel S. Prodjokusumo selaku Komandan KOKAM mengadakan Apel KOKAM yang pertama. Apel diadakan di halaman Universitas Muhammadiyah Jakarta Jl. Limau Kebayoran Baru. Seluruh Cabang dan Calon Cabang Muhammadiyah telah membentuk KOKAM di Cabangnya masing-masing. Yang hadir dalam apel itu tidak kurang dari 2.500 orang dengan pakaian bebas, karena apel pertama ini belum ada pakaian seragam KOKAM.
Tanggal 10 Oktober 1965, PP Muhammadiyah Jakarta mengadakan rapat di Menteng Raya 62 yang membahas perkembangan situasi politik. Letnan Kolonel S. Prodjokusumo sebagai Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Jakarta Raya, melaporkan telah terbentuknya KOKAM Jaya, dan kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan. Rapat tersebut memutuskan mengesahkan KOKAM, dan kepemimpinannya dipercayakan kepada Letnan Kolonel S. Prodjokusumo. Kedudukan Letnan Kolonel S. Prodjokusumo sebagai komandan KOKAM Jaya makin kokoh dan mantap.
Tanggal 9 – 11 November 1965, PP Muhammadiyah mengadakan konferensi kilat yang dihadiri oleh perwakilan Muhammadiyah seluruh Indonesia. Dalam konferensi kilat tersebut diputuskan pengesahan KOKAM. KOKAM menjadi salah satu aparatur dalam melaksanakan Komando Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, K.H.A. Badawi.
Berdirinya KOKAM disahkan oleh K.H.A. Badawi selaku Ketua PP Muhammadiyah. Instruksi pertama dari Ketua PP Muhammadiyah adalah “Mensirnakan Gerakan 30 September / PKI adalah ibadah”. Instruksi ini harus dilaksanakan oleh seluruh jajaran KOKAM. Konferensi juga memutuskan Letnan Kolonel S. Prodjokusumo ditetapkan sebagai Ketua KOKAM seluruh Indonesia, yang disebut sebagai Panglima KOKAM.
Setelah keputusan Konperensi Kilat Muhammadiyah, seluruh kekuatan keluarga besar Muhammadiyah se-Indonesia membentuk KOKAM. Gerakan ini merupakan satu kesatuan organisasi dengan komando KOKAM Pusat, dan bangkit menentang Gerakan 30 September/ PKI bersama dengan unsur ABRI.
Sumber diambil dari Wikipedia.org dan dari berbagi literatur